Jumat, 30 September 2011

Kerajinan Sandal Wedoro di Perkembangan Jaman

Sidoarjo memang terkenal dengan industrinya, tidak hanya pabrik-pabrik besar yang berkembang, tapi juga industri rumahnya yang tak lekang oleh perubahan jaman, kerajinan sandal Wedoro salah satunya. Ya Wedoro merupakan salah satu sentra kerajinan sandal di Kabupaten Sidoarjo. Hampir seluruh warga Desa Wedoro menjadi pengrajin sandal, bahkan pengrajin Wedoro pernah mencapai puncak kejayaan pada tahun 1995 an.

Pada saat itu buah karya anak sidoarjo mencapai luar negeri, tidak hanya Asia namun juga Eropa. Namun pada 1998 di negeri ini mengalami krisis Ekonomi yang berdampak, ikut menurunnya jumlah produksi di Wedoro. Ini dikarenakan harga bahan baku yang turut melambung tinggi. Sementara itu harga jual produk Wedoro kalah dibandingkan produk-produk dari China. Hal ini diakui oleh Hasan salah satu pengrajin di Wedoro. "Ini karena upah tenaga di China murah, sehingga barang dari Wedoro kalah bersaing dalam segi harga," ujar pria yang sejak kecil mengeluti usaha sandal ini.

Seiring dengan membaiknya kondisi perekonimian negeri ini, Wedoro kembali ujuk aksi, meski masih berada di pasar-pasar nasional. Setidaknya ini menjadi tanda bahwa kerajinan sandal di Wedoro tetap terjaga. Bahkan dari segi kualitas kerajinan Wedoro tidak kalah, sebab banyak pabrik-pabrik dengan merk terkenalpun memesan sandal dari pengrajin di Wedoro untuk memenuhi kebutuhannya.

Kerajinan Sandal Wedoro di Perkembangan Jaman

Sidoarjo memang terkenal dengan industrinya, tidak hanya pabrik-pabrik besar yang berkembang, tapi juga industri rumahnya yang tak lekang oleh perubahan jaman, kerajinan sandal Wedoro salah satunya. Ya Wedoro merupakan salah satu sentra kerajinan sandal di Kabupaten Sidoarjo. Hampir seluruh warga Desa Wedoro menjadi pengrajin sandal, bahkan pengrajin Wedoro pernah mencapai puncak kejayaan pada tahun 1995 an.

Pada saat itu buah karya anak sidoarjo mencapai luar negeri, tidak hanya Asia namun juga Eropa. Namun pada 1998 di negeri ini mengalami krisis Ekonomi yang berdampak, ikut menurunnya jumlah produksi di Wedoro. Ini dikarenakan harga bahan baku yang turut melambung tinggi. Sementara itu harga jual produk Wedoro kalah dibandingkan produk-produk dari China. Hal ini diakui oleh Hasan salah satu pengrajin di Wedoro. "Ini karena upah tenaga di China murah, sehingga barang dari Wedoro kalah bersaing dalam segi harga," ujar pria yang sejak kecil mengeluti usaha sandal ini.

Seiring dengan membaiknya kondisi perekonimian negeri ini, Wedoro kembali ujuk aksi, meski masih berada di pasar-pasar nasional. Setidaknya ini menjadi tanda bahwa kerajinan sandal di Wedoro tetap terjaga. Bahkan dari segi kualitas kerajinan Wedoro tidak kalah, sebab banyak pabrik-pabrik dengan merk terkenalpun memesan sandal dari pengrajin di Wedoro untuk memenuhi kebutuhannya.

Jumat, 12 Agustus 2011

Jangung Bakar Cara Bertahan Hidup

Asap mengepul, meliuk-liuk tertip angin. Kadang asapnya tebal, namun kadang juga tipis. Ternyata asap ini bersumber dari salah satu pemilik lapak di Pasar Bunga Kayoon. Asap ini diiringi aroma jagung bakar yang khas menusuk hidungku. Apalagi jarak antar lapak hampir tidak ada di pasar ini. Terasa penat memang.
Akan tetapi, hasrat ingin memiliki dan merasakannya jagung juga muncul begitu kuat dan menganggu pikiranku. Terdengar suara letusan letusan kecil dari jagung yang matang saat dibakar semakin membuatku tak berdaya. suara riuh anak-anak kecil mewarnai suasana malam ini, di Pasar Bunga Kayoon, Jumat (12/8).
Aroma seperti ini mulai ada sejak awal puasa tahun ini. Tanpa berfikir panjang aku menghampirinya. Tanpa basa basi kuambil satu jagung yang sudah diolesi mentega dan sambal. Sedap benar pikirku. Tak ada kata dari Ryan yang menyataka bahwa jagung ini pesana orang, justru sebaliknya Dia menawariku dengan jumlah yang lebih banyak. "Berapa By, tiga ya yang pedas?," katanya. "ah dua saja cukup," jawabku saat itu. tapa berfikir panjang kumakan jagung muda ini, bahkan sampai kuulangi.
Ya ini hanya salah satu cara Ryan menyiasati sepinya pendapatannya sebagai penjual bunga dengan berjualan jagung bakar. Apalagi bulan ini bulan puasa, maka pasar kayoonpun seakan ikut puasa, sepi, tak seperti bulan-bulan yang lain, dimana banyak pengatin. Apalagi Ryan harus menghidupi lima anaknya yang masih kecil-kecil. Bahkan anak sulungnya baru duduk di kelas lima SD, dan anak bungsunnya berusia 3,5 tahun. Terbayangkan bagaimana bila tidak ada pemasukan untuk menghidupi kelima anaknya. Ini hanya sebuah cara, bertahan untuk menghidupi keluarga. (oby)