Selasa, 17 Januari 2017

Blok M Kota Blitar, Riwayatmu Kini

Blitar- Perjuangan pedagang Jalan Mastrip Kota Blitar untuk mempertahankan lokasi mereka, sebagai tempat mencari nafkah berakhir sudah. Senin lalu alat berat dengan mendapatkan pengawalan dari berbagai pihak, baik Kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Blitar, dan TNI dengan mulus merobohkan bangunan kios yang sudah berdiri sejak 25 tahun lalu. Untuk menyentuh hati Pemimpin, berbagai cara dilakukan oleh pedagang termasuk menggelar itiqozah di tengah jalan, sebelum alat berat datang. Bangunan kios sisi timur yang sudah dikosongkan oleh sebagian pedagang, satu persatu roboh dengan sentuhan "jari" ekskavator. Perjalanan ekskavator ke barat sembari merobohkan bangunan-bangunan yang sebelumnya sempat menjadi ikon Kota Blitar, dengan julukan Blok M-nya Kota Blitar. Adu mulut antara petugas dengan pedagang sempat terjadi saat pengusuran, karena pedagang meminta aparat menunda pengusuran hingga proses hukum yang mereka ajukan ke Pengadilan Tata Urusan Negara (PTUN) di Surabaya Selesai. "Tolong hormati produk hukum, katanya kita harus patuh terhadap hukum, tapi siapa disini yang tidak patuh hukum," ujar Adi Santoso Koordinator Pedagang Jala Mastrip, Saat kedatangan pengusuran, Senin (16/01).
Adi mengatakan, seharusnya Pemerintah Kota Blitar tidak melakukan penggusuran hingga perkara yang mereka ajukan ke PTUN diputuskan oleh hakim. Ia dan teman-temannya melaporkan penggusuran ini ke PTUN pada 13 Januari lalu dengan nomor perkara 08/06/2017/PTUN sby. "Ini adalah produk hukum, jadi Pemkot Blitar juga harus mematuhinya, sebelum ada keputusan dari PTUN tidak melakukan penggusuran. Kita buktikan siapa yang benar dan siapa yang salah," tegasnya. Pedagang mengajukan gugatan ke PTUN karena menilai, tempatnya berjualan selama merupakan kios yang harus mendapatkan tempat untuk relokasi. Sementara mereka menilai Pemkot Blitar belum menyediakan tempat untuk mereka kembali berjualan setelah bangunan permanen tempatnya berjualan dirobohkan. "Sebenarnya sederhana, berikan kami tempat relokasi untuk berjualan, bahkan biar kami yang membangun sendiri," tambahnya. Pedagang sempat mencoba untuk menghentikan kerja mesin ekskavator yang tengah merobohkan bangunan-bangunan yang sebelumnya dijadikan tempat berjualan helm, arloji, potong rambut, bahkan perlengkapan touring ini. Upaya pedagang untuk menghentikan ekskavator tidak membuahkan hasil, sebab mereka mendapatkan hadangan dari petugas. Kesepakatan sempat terjadi antara pedagang dengan petugas untuk mediasi dan menghentikan sementara kerja ekskavator. Pihak kepolisian yang membantu untuk mempertemukan perwakilan pedagang dengan perwakilan Pemkot Blitar di Kantor Satpol PP Kota Blitar juga tidak membuahkan hasil. Saat perwakilan pedagang menunggu pihak pemkot untuk mediasi di Kantor Satpol PP, ekskavator terus melakukan tugasnya untuk meratakan bangunan di Jalan Mastrip. Kini bangunan permanen di Jalan Mastrip rata dengan tanah, truk-truk petugas berlalu-lalang untuk mengangkut puing-puing bangunan yang roboh. Bangunan yang rata-rata berukuran 3x4 meter ini tidak lagi dapat digunakan untuk mencari nafkah bagi para pedagang. Dalam penggusuran ini, seorang pedangang perempuan pingsan melihat bangunan yang selama ini ia gunakan untuk mencari nafkah. Tidak hanya ibu-ibu pedagang laki-lakipun meneteskan air mata saat melihat tempatnya berjualan satu-persatu dirobohkan oleh petugas. Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Masyarakat Kota Blitar, Didik Hariadi mengatakan, bahwa yang sudah dilakukan oleh pemkot bukan penggusuran, namun penertiban. Pemkot Blitar menilai, bahwa tempat berjualan di Jalan Mastrip Kota Blitar ini bukan kios,namun pedangang kali lima (PKL). "Mereka ini pindahan PKL yang dari dekat klenteng, Jalan Merdeka Kota Blitar, 25 tahun yang lalu, jadi bukan kios tapi pindahan PKL," ujar Didik di Kantor Satpol-PP Kota Blitar saat menemui para awak media. Didik menegaskan, lahan yang selama 25 tahun digunakan untuk berjualan ini merupakan tanah milik pemkot, sehingga pemkot punya hak untuk memintanya kembali. Selain itu, berdasarkan data di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Blitar, hanya ada lima pedagang yang mengajukan ijin berjualan dan sisanya tidak berijin. Soal jumlah pedagang di Jalan Mastrip antara paguyupan pedagang dengan pemkot terjadi ketidak samaan jumlah. Paguyupan pedagang Jalan Mastrip mengaku ada 78 kios sedangkan Pemkot Blitar menilai ada 23 PKL. Didik menjelaskan, penertiban ini bertujuan untuk membuat drainase du sepanjang Jalan Mastrip. Pembangunan ini rencananya akan dilakukan mulai sisi barat Jalan Mastrip hingga ke timur atau sejauh 77 meter. Diharapkan pembangunan drainase ini dapat mengatasi banjir yang selama ini sering terjadi di Jalan Mastrip. Untuk melaksanakan pembangunan drainase ini perlu dilakukan penertiban PKL, karena di atas saluran air selama ini berdiri bangunan pedagang. "Pembangunan drainase ini untuk normalisasi saluran air, untuk mengatasi banjir yang selama ini sampean-sampean kritisi," ujarnya pada wartawan. Lanjut Didik, dasar pihaknya melakukan penertiban ini yakni Perwali Nomor 47 tahun 2016. Saat ini Pemerintah Kota Blitar tengah menata Kota Blitar agar lebih baik lagi. Berdasarkan Perwali nomor 47 tahun 2016, area Jalan Mastrip tidak diperbolehkan untuk PKL. Tidak hanya jalan Mastrip, Pemkot Blitar juga akan menertibkan PKL-PKL yang lain di area area yang tidak diperbolehkan berdiri PKL. "'Ini merupakan program prioritas Pemkot Blitar untuk menata Kota Blitar pada tahun 2017," tegasnya.(rid)