Jumat, 12 Agustus 2011

Jangung Bakar Cara Bertahan Hidup

Asap mengepul, meliuk-liuk tertip angin. Kadang asapnya tebal, namun kadang juga tipis. Ternyata asap ini bersumber dari salah satu pemilik lapak di Pasar Bunga Kayoon. Asap ini diiringi aroma jagung bakar yang khas menusuk hidungku. Apalagi jarak antar lapak hampir tidak ada di pasar ini. Terasa penat memang.
Akan tetapi, hasrat ingin memiliki dan merasakannya jagung juga muncul begitu kuat dan menganggu pikiranku. Terdengar suara letusan letusan kecil dari jagung yang matang saat dibakar semakin membuatku tak berdaya. suara riuh anak-anak kecil mewarnai suasana malam ini, di Pasar Bunga Kayoon, Jumat (12/8).
Aroma seperti ini mulai ada sejak awal puasa tahun ini. Tanpa berfikir panjang aku menghampirinya. Tanpa basa basi kuambil satu jagung yang sudah diolesi mentega dan sambal. Sedap benar pikirku. Tak ada kata dari Ryan yang menyataka bahwa jagung ini pesana orang, justru sebaliknya Dia menawariku dengan jumlah yang lebih banyak. "Berapa By, tiga ya yang pedas?," katanya. "ah dua saja cukup," jawabku saat itu. tapa berfikir panjang kumakan jagung muda ini, bahkan sampai kuulangi.
Ya ini hanya salah satu cara Ryan menyiasati sepinya pendapatannya sebagai penjual bunga dengan berjualan jagung bakar. Apalagi bulan ini bulan puasa, maka pasar kayoonpun seakan ikut puasa, sepi, tak seperti bulan-bulan yang lain, dimana banyak pengatin. Apalagi Ryan harus menghidupi lima anaknya yang masih kecil-kecil. Bahkan anak sulungnya baru duduk di kelas lima SD, dan anak bungsunnya berusia 3,5 tahun. Terbayangkan bagaimana bila tidak ada pemasukan untuk menghidupi kelima anaknya. Ini hanya sebuah cara, bertahan untuk menghidupi keluarga. (oby)