Anak sebagai generasi penerus bangsa, menjadi perhatian pemerintah untuk menjadikan generasi muda yang mandiri di masa datang. Hari anak yang setiap tanggal 23 Juli diperingati seyogyanya dapat menjadi anak tumbuh dengan kepercayaan diri dan tau akan potensi yang ada dalam dirinya.
Mencetak generasi muda yang sehat dan berkualitas, harus melalui proses panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek. Dinas kesehatan menetapkan standar generasi muda mandiri, yakni dengan memberlakukan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Agar generasi muda sehat, PHBS harus dilakukan sejak anak-anak. Yaitu mulai usia bayi, balita, anak usia sekolah, dan remaja (usia sepuluh sampai 20 tahun). Saat bayi dan balita, ibu bertugas mengontrol perkembangan anak dan mengerti PHBS.
Saat TK, orang tua mulai memperkenalkan kepada anak tentang dirinya. “Usia TK, gender sudah diperkenalkan. Jika perempuan, apa yang saya punyai dari dirinya, begitu juga sebaliknya,” tutur Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Dr Pawik Supriadi SpJk
Dinas Kesehatan mempersiapkan generasi muda sejak usia dini dengan deteksi tumbuh kembang balita. Agar anak tumbuh sehat, Dinkes menyediakan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Buku pedoman untuk ibu. “Selain petugas, ibu juga harus tau kelainan apa yang dimiliki anak secara dini. Misalnya, perkembangan lambat pada anak. Normalnya, anak seumurnya bisa melempar bola, tetapi anaknya belum bisa. Jika mengetahui hal itu, ibu harus merujuk ke Dinas Kesehatan. Itulah deteksi dini tumbuh kembang balita dan anak usia pra sekolah” katanya.
Membentuk generasi muda berkualitas merupakan proses dari bayi yang sehat bukan bayi kurang gizi. Kriteria bayi sehat dinilai dari beberapa aspek, seperti menjalani imunisasi lengkap, makan cukup serta berat badan bertambah sesuai umur. Saat menginjak usia sekolah, otaknya bekerja optimal, cerdas, karena cukup asupan gizi dan pengetahuan
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) selalu ada setiap tahun. Tujuannya mengantisipasi anak-anak yang tidak datang ke posyandu. “Belum tentu semua ibu membawa anaknya ke posyandu. Jadi saat PIN semua tercakup,”katanya. PIN diadakan untuk mendata semua anak sekitar daertah tersebut. Jika diketahui ibu tidak membawa anaknya ke tempat PIN, petugas akan mendatangi rumahnya. Perlakuan itu yang membedakan PIN dengan Posyandu. Saat PIN, semua anak harus diperiksa, sedangkan posyandu, tergantung keralaan ibu. Posyandu dilakukan setiap bulan. Agenda acaranya adalah penimbangan balita dan imunisasi.
PIN menyediakan semua imunisasi yang diutuhkan balita, diantaranya DPT, polio, BCG dan campak. Jadi anak-anak sudah terlindungi. Otomatis anak sehat, tidak gampang terkena penyakit dan tumbuh kembangnya menjadi baik
Implementasi PHBS untuk anak usia sekolah berup penyediaan UKS (Unit Kesehatan Sekolah) di setiap sekolah. Fasilitas ini diharapkan mampu mengajarkan perilaku hidup sehat untuk diri sendiri maupun teman sekitar. Memasuki usia remaja, sasaran PHBS adalah remaja untuk berbagi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Remaja sudah saatnya kenal dengan organ reproduksi dan pertumbuhannya, apa yang harus dijaga, dan pembatasan diri setelah mengalami masa menstruasi agar tidak terjadi penyimpangan contonya hamil diluar nikah.
Tidak hanya berhenti di pengetahuan tentang reproduksi, Dinkes juga memberi layanan khusus remaja berupa PKPF yaitu, puskesmas yang berorientasi pada pelayanan kesehatan peduli remaja. Di tempat ini, petugas kesehatan harus memahami jiwa yang ada pada remaja. Bentuk pelayanan taidak hanya mengobati, namun lebih menjaga anak agar tidak sakit dan mampu mengatasi masalah kepribadian anak. Sebagai contoh, remaja hamil di luar nikah hendaknya diberikan layanan ini bersifat prifasi dan prosesnya dilakukan dengan bimbingan konseling. Tempatnya bisa dilakukan di puskesmas atau tempat nyaman menurut remaja.
Penyimpangan pada remaja terjadi karena berbagai sebab, diantaranya faktor anak, pengetahuan dari keluarga maupun pengaruh dari teman diluar lingkungan. Faktor yang paling mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja yang paling mendasar berasal dari keluarga. “Yang paling penting orang tua memahami anak remajanya,” katanya.
Ia mengatakan, anak bukan sekedar miniatur orang tua, tetapi remaja ingin dihargai keberadaannya sebagai manusia. Ketika hal itu tidak dipahami orang tua, ia akan mencari kesenangan diluar. Salah satunya, mencari seseorang yang memiliki kesamaan dengan dirinya, yakni teman seusinya. “Jika temannya baik, ia akan ikut baik, dan sebaliknya saat memiliki teman yang buruk, ia juga buruk,” ujarnya.
Untuk menanggulangi hal itu, orang tua harus lebih memaami perilaku dan kebutuhan anaknya. Aktifitas itu dibiasakan sejak kecil. Orang tua harus mampu memberi penjelasan saat anak bertanya tentang perubahan dirinya. “Ketika anak sudah mentruasi dan mendekati lawan jenis, orang tua harus bisa memberitahu kalau sudah menstruasi dan mendekati lawan jenis, akibat yang ditimbulkan adalah kehamilan,” katanya.
Tidak berhenti disini saja, tugas orang tua selanjutnya menjelaskan dampak lain setelah kehamilan. Penjelasan disampaikan agar anak paham akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya. Tapi sekarang yang terjadi pada remaja adalah ketidaktahuan tentang perubahan biologisnya. Saat remaja hamil dan mentalnya tidak siap apalagi orang tua tidak menerima maka ia akan mencari tempat yang bisa menutupi kehamilanya. ”Saat remaja hamil tidak berani melapor kepada orang tua, rujukannya adalah dukun pijat dan menggugurkan kandungan. Padahal, aborsi berdampak pada pendarahan dan kematian ibu hamil,” katanya.
Saat remaja, anak mengetahui perkembangan tubuh dan reproduksi . selain itu pengethaan tentang narkoba dan HIV. “Gambaran pribadi seperti ini yang nantinya akan menjadi generasi yang benar-benar kuat”,……... Setiap melangkah ia tahu akibatnya. Cekup pengetahuan membuatnya menjauhi hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan. Tumbuh kembang sehat itulah yang mengantarkan anak menjadi sosok yang berkepribadian sehat. Misalnya saat ia menjadi pejabat, jelas pejabat yang sehat.
Ia menjelaskan beberapa buku pendamping anak dan ibu produksi Dinkes telah beredar di masyarakat. Mulai dari balita hingga remaja. Buku KIA(Kesehatan Ibu dan Anak) ditujukan untuk balita, memasuki usia sekolah, anak mendapat KMS (Kartu Menuju Sehat). Dinas Kesehatan menyusun buku tentang layanan kesehatan anak. Semua pencatatan yang ada di buku KIA ketika masih bayi akan dipindahkan ke kesehatan anak remaja awal waktu di SD. “Saat mendapat imunisasi di sekolah, juga akan tercatat di dalam buku tersebut,” katannya. Buku itu memuat informasi untuk anak dan orang tua yang berlaku sampai kelas enam SD.
Saat SMP dan SMA anak mendapatkan buku lanjutan yang bersi pengethauan tentang HIV, narkoba dan reproduksi. Kehadiran buku KIA, Kara (kesehatan anak remaja awal) untuk remaja SMP dan SMA diharapkan menjadi pegangan pengetahuan generasi muda tentang kesehatan reproduksi, narkoba, HIV hingga rokok.
Generasi Penerus dari Lingkungan Kumuh
Agar tumbuh kembangnya optimal, anak memerlukan asupan gizi cukup dan lingkungan bersih. Namun, banyak anak yang tidak mendapatkan kesempatan itu. Mereka yang hidup di lingkungan kumuh, rumah tidak sehat tanpa fentilasi, lingkungan banyak kuman, pakaian tidak bersih dan tuntutan bekerja pada anak -anak memaksa mental menjadi keras berdasarkan derita hidupnya. Apa yang dilihat anak, akan membekas otaknya. Saat ia melihat hal negatif yang dilakukan orang dewasa, tanpa menyaring, anak akan meniru perilaku itu.
Dalam hal makanan, anak cenderung menyukai makanan cepat saji (fast food), snack dan makanan yang mengandung MSG. Padahal dampak MSG sangat berbahaya bagi tubuh dan perkembangan.
Kehidupan miskin membuat orang tua tidak mampu memenuhi hidup sehat anaknya. Menanggulangi hal itu, Dinas Kesehatan memberikan layanan kesehatan gratis. Segmentasinya masyarakat tidak mampu. “Untuk orang tidak mampu, ketika sakit masih bisa berobat, ” ujarnya. Pengobatan gratis dilakukan untuk mencetak generasi muda sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar